Festival Alek Mandeh menjadi salah satu daya tarik utama bagi wisatawan yang ingin menikmati kekayaan budaya Minangkabau di Sijunjung, Sumatera Barat. Digelar di Perkampungan Adat Nagari Sijunjung pada awal Desember 2024, festival ini mengusung tema ‘Menggantang Ambang: Matrilineal Minangkabau di Persimpangan Waktu’, dengan fokus pada pelestarian sistem matrilineal sebagai bagian penting dari kebudayaan Minangkabau.

Matrilineal adalah sistem kekerabatan yang menghubungkan individu dengan kerabat perempuan lainnya berdasarkan garis keturunan ibu. Meskipun menghadapi tantangan zaman, tradisi ini masih terus bertahan dan menjadi salah satu identitas penting bagi masyarakat Minangkabau.

Pelestarian Warisan Budaya Matrilineal Minangkabau

Kepala BPK III Sumatera Barat, Undri, menjelaskan bahwa Festival Alek Mandeh merupakan upaya nyata dalam pelestarian tradisi secara berkelanjutan. Pelestarian budaya matrilineal Minangkabau ini didasarkan pada pengakuan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia sejak 2013. Selain itu, Perkampungan Adat Nagari Sijunjung juga telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional pada tahun 2017.

“Festival Alek Mandeh memberikan ruang bagi semua pihak untuk memahami akar tradisi ini sebagai sumber inspirasi seni dan budaya Minangkabau,” ujar Undri. Tema yang diusung pada festival kali ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran bersama dalam melestarikan dan memperkuat nilai-nilai budaya matrilineal Minangkabau agar tetap relevan dengan zaman sekarang.

Pendekatan Kontemporer untuk Mengangkat Tradisi

Dede Pramayoza, kurator Festival Alek Mandeh, menyoroti pentingnya pendekatan kontemporer dalam mengenalkan budaya tradisional kepada masyarakat. Salah satu program baru yang diperkenalkan adalah Klinik Kritik Budaya, yang bertujuan untuk membangun literasi baru serta memperkenalkan budaya kritik kepada masyarakat Minangkabau. Program ini juga menyoroti pentingnya peran perempuan dalam budaya matrilineal Minangkabau.

Sebagai bagian dari Festival Alek Mandeh 2024, Klinik Kritik Budaya Matrilineal diadakan untuk pertama kalinya, dengan tujuan menumbuhkan budaya kritik dalam masyarakat Minangkabau masa kini. Peserta yang mengikuti program ini akan dikurasi dan menulis laporan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi selama festival berlangsung. Program ini dibimbing oleh Sal Murgiyanto, Peneliti Seni Pertunjukan, serta Feriyal Aslam, Peneliti Gender dan Budaya Matrilineal.

Peran Perempuan dalam Melestarikan Adat Minangkabau

Yasnidar Wahab, Dewan Pakar Bunda Kanduang Nagari Sijunjung, menekankan peran perempuan dalam menjaga kesinambungan adat Minangkabau. “Perempuan Minangkabau adalah simbol kebijaksanaan dan penentu arah keluarga. Melalui sistem matrilineal, kami mempertahankan identitas kami sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi harmoni dan gotong royong,” ujar Yasnidar Wahab.

Festival ini juga menjadi sarana untuk mengajak masyarakat bangga dan aktif dalam menjaga warisan budaya Minangkabau demi masa depan budaya tersebut.

Kegiatan dalam Festival Alek Mandeh 2024

Festival Alek Mandeh 2024 tidak hanya menampilkan kebanggaan masyarakat Minangkabau terhadap budaya mereka, tetapi juga membuka dialog lintas generasi untuk melestarikan sistem kekerabatan matrilineal. Di antara acara yang digelar adalah Arak Iriang Bakaua Adat, Sandiwara Baru Renteng Langsai, serta Tari Koreografi Vernakular Rantak Nagari Parampuan.

Selain itu, festival ini juga mengadakan screening film layar matrilineal, yang menampilkan karya-karya film dokumenter dan fiksi yang diproduksi oleh sineas Sumatera Barat, seperti film Amak, Gadih Basanai, dan Salisiah Adaik. Tidak ketinggalan, ada juga instalasi seni “Nostalgia” yang merupakan kolaborasi tiga seniman perempuan Sumatera Barat, yaitu Maharani Mancanagara, Haiza Putti, dan Sisca Aprisia.

Dengan berbagai kegiatan ini, Festival Alek Mandeh menjadi tempat yang penuh dengan kreativitas dan peluang untuk memahami lebih dalam tentang kebudayaan Minangkabau, sekaligus memberikan inspirasi bagi generasi masa kini dalam melestarikan tradisi yang telah ada.