Ngadu Tanduk adalah tradisi budaya yang telah berlangsung turun-temurun di Kerinci, Sumatera. Dahulu, Ngadu Tanduk merupakan bagian dari perayaan panen raya di desa-desa, namun kini hadir dalam bentuk seni pertunjukan yang memikat. Tradisi ini dipertunjukkan dalam Festival Kanuhi Arah Mandungin Dusun, sebuah acara yang menampilkan kekayaan budaya daerah Kerinci. Festival ini menjadi sebuah pengalaman wisata budaya yang sayang untuk dilewatkan.
Pertunjukan yang Memukau: Tarian Tradisional dan Persatuan
Selama pertunjukan, dua pemain bergerak lincah dengan tanduk bambu sepanjang dua meter yang dihiasi kain merah, hitam, putih, dan kuning, serta lonceng kecil. Mereka menari mengikuti irama Dap (rebana khas Kerinci) dan gung, yang memandu setiap gerakan mereka. Alunan nyaro (nyanyian khas) menambah atmosfer pertunjukan, dengan vokalis yang sesekali memberikan pujian atau peringatan agar pemain menjaga keindahan gerakan, seolah menggambarkan suasana permainan yang penuh semangat di tengah gelanggang.
Gerakan para pemain menggambarkan kekuatan dan ketangguhan kerbau di sawah yang siap beradu. Seiring dengan tempo musik yang semakin cepat, tarian ini menjadi semakin dinamis dan menghidupkan semangat gotong-royong yang menjadi inti dari tradisi Ngadu Tanduk.
Filosofi Mendalam di Balik Ngadu Tanduk
Menurut Hafiful Hadi Sunliensyar, Depati Mangku Bumi Kulit Putih Sibo Dirajo dari Siulak Panjang, permainan ini memiliki filosofi yang sangat mendalam. “Ngadu Tanduk bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga ajang untuk mempererat tali persaudaraan antara kelompok pemuda di satu kampung. Nilai gotong royong, rasa syukur, dan kebersamaan adalah roh dari Ngadu Tanduk ini,” ujarnya.
Meskipun pada masa lalu, Ngadu Tanduk melibatkan penggunaan properti pisau dalam pertunjukannya, kini pertunjukan ini disajikan dengan cara yang lebih aman, namun tetap mempertahankan daya tarik yang memikat bagi pengunjung, serta menjadi kebanggaan masyarakat setempat.
Pelestarian Tradisi Lewat Festival
Azhar MJ, seorang kurator budaya, mengungkapkan bahwa adaptasi Ngadu Tanduk dalam bentuk seni pertunjukan adalah langkah penting dalam mengenalkan tradisi leluhur kepada masyarakat luas, terutama generasi muda. “Dulu, tradisi ini diadakan sebagai bentuk syukur atas hasil panen yang berlimpah dan sebagai penghormatan kepada entitas spiritual. Sekarang, kami sajikan di festival ini agar masyarakat, khususnya generasi muda, lebih memahami dan menghargai nilai-nilai budaya nenek moyang,” ujar Azhar.
Ngadu Tanduk kini tak hanya dipertunjukkan untuk merayakan hasil panen, namun juga sebagai cara untuk menjaga agar nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi ini tetap relevan di tengah perkembangan zaman.
Festival Kanuhi Arah Mandungin Dusun: Mengangkat Kearifan Lokal
Melalui Festival Kanuhi Arah Mandungin Dusun, tradisi Ngadu Tanduk kembali mendapatkan sorotan yang luas. Acara ini tidak hanya bertujuan untuk mengenalkan budaya Kerinci kepada masyarakat luar, tetapi juga menumbuhkan kesadaran pada generasi muda untuk mencintai dan melestarikan warisan leluhur.
Festival ini merupakan bagian dari Kenduri Swarnabhumi 2024, yang melibatkan 12 festival budaya di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari. Kegiatan ini diharapkan menjadi katalis untuk upaya pelestarian budaya dan lingkungan, dengan tema hubungan erat antara kebudayaan dan pelestarian lingkungan, khususnya sungai, serta pentingnya menjaga warisan budaya untuk generasi mendatang.
Melalui rangkaian acara ini, masyarakat setempat berupaya memperkuat semangat kemandirian dan mengangkat kearifan lokal mereka. Festival ini juga didukung oleh Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, serta melibatkan berbagai pihak untuk memastikan keberlanjutan dan relevansi tradisi Ngadu Tanduk dalam era modern.