Kesetaraan gender di Indonesia telah menjadi perhatian utama pemerintah, dengan berbagai program yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan dan memastikan akses yang setara dalam berbagai sektor kehidupan. Namun, meskipun ada kemajuan, tantangan besar masih menghantui implementasi kebijakan ini. Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia (PPPA), Veronica Tan, menyoroti kondisi kesejahteraan dan hak-hak perempuan di Indonesia yang masih menghadapi banyak hambatan.

Kesetaraan Gender dan Mindset di Daerah Pedesaan

Veronica Tan mengungkapkan bahwa meskipun banyak perempuan di Indonesia yang sudah ‘melek’ tentang isu kesetaraan gender, masih banyak perempuan di daerah pelosok yang terperangkap dalam mindset yang salah terkait pernikahan dini dan hak reproduksi mereka. “Di daerah seperti Tegal Waru, Jawa Barat, saya menemui ibu-ibu yang memiliki anak lebih dari empat orang, bahkan ada yang sedang mengandung anak ke-13. Hal ini disebabkan oleh budaya yang menganggap bahwa perempuan yang belum menikah pada usia tertentu dianggap tidak laku,” jelas Veronica Tan.

Masalah ini diperparah oleh kondisi ekonomi yang memprihatinkan di beberapa daerah. Banyak keluarga yang merasa bahwa pernikahan dini adalah solusi untuk mengurangi beban ekonomi. Padahal, seperti yang dijelaskan oleh Veronica, pernikahan dini sering kali tidak direncanakan dengan baik dan berisiko menimbulkan masalah sosial seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Menyikapi Ketimpangan: Upaya Pemerintah dan Kemitraan Lintas Sektor

Konferensi Nasional Perempuan yang diadakan pada Hari Perempuan Internasional 2025, bertema “Perempuan Sehat dan Berdaya, Menuju Kesetaraan Global”, menjadi momen penting untuk memperbarui komitmen terhadap kesetaraan gender di Indonesia. Konferensi ini diselenggarakan oleh Farid Nila Moeloek (FNM) Society bersama dengan United Nations Population Fund (UNFPA) dan didukung oleh Takeda. Konferensi ini bertujuan untuk mempertemukan berbagai pihak—pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, LSM, dan akademisi—untuk meningkatkan kesetaraan gender.

Veronica Tan, dalam sambutannya, menyampaikan pentingnya edukasi terkait hak reproduksi dan perencanaan keluarga bagi perempuan. “Setiap perempuan memiliki hak atas tubuh dan reproduksinya sendiri. Jika ibu-ibu tidak memahami perencanaan keluarga, anak-anak mereka juga tidak akan teredukasi dengan baik tentang hak-hak mereka,” ungkapnya.

Kemajuan dan Tantangan

Meskipun Indonesia telah mengalami kemajuan dalam pemberdayaan perempuan, data menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di bawah standar global dalam hal kesetaraan gender. Indeks Pembangunan Gender (Gender Development Index/GDI) Indonesia meningkat dari 91,63 pada tahun 2022 menjadi 91,85 pada tahun 2023, namun masih jauh dari standar global, yang menunjukkan ketimpangan gender yang terus ada, terutama di sektor kesehatan.

Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kementerian Kesehatan RI, dr. Maria Endang Sumiwi, juga menekankan pentingnya perhatian pada masalah kesehatan reproduksi perempuan dan perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender. “Kita masih menghadapi berbagai tantangan dalam pemenuhan hak dasar perempuan, mulai dari gizi, kesehatan reproduksi, hingga kekerasan dalam rumah tangga,” ujarnya.

Peran Sektor Swasta dalam Kesetaraan Gender

Takeda, sebagai salah satu perusahaan yang mendukung inisiatif pemberdayaan perempuan, turut berkomitmen untuk mempromosikan keberagaman, kesetaraan, dan inklusi. Program Women at the Centre: Rising Up Against the Pandemic of Violence Against Women, yang dijalankan di beberapa negara termasuk Indonesia, merupakan contoh nyata dari komitmen perusahaan ini dalam menciptakan perubahan yang berdampak bagi perempuan.

Hassan Mohtashami, UNFPA Indonesia Representative, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menghadapi tantangan kesetaraan gender yang masih ada. “Kesetaraan gender terkait erat dengan kesehatan seksual dan reproduksi. Meskipun ada kemajuan, tantangan seperti kekerasan terhadap perempuan dan akses layanan kesehatan yang terbatas masih menghalangi banyak perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka,” ungkapnya.

Aksi Nyata untuk Kesetaraan

FNM Society dan berbagai mitra lainnya mendukung akselerasi perubahan sosial yang memungkinkan perempuan Indonesia untuk mencapai potensi mereka sepenuhnya. “Dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa, hampir 50 persen di antaranya adalah perempuan. Kita perlu memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang setara terhadap kesempatan, kesehatan, dan perlindungan,” ujar Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, Ketua FNM Society.

Kemitraan yang terjalin antara berbagai pihak ini diharapkan dapat mempercepat perubahan menuju kesetaraan gender yang lebih adil, dengan memberikan akses yang lebih baik untuk pendidikan, layanan kesehatan, pekerjaan yang layak, dan perlindungan dari kekerasan bagi semua perempuan di Indonesia.